JAKARTA, KOMPAS.com — SMA 14 Kramat Jati, Jakarta
Timur, beserta komite sekolah memberlakukan pungutan uang sebesar Rp
200.000 kepada semua siswanya. Hal itu diungkapkan salah satu wali
siswa, Wulandari Saputri, yang keberatan dengan pungutan tersebut.
Menurut
Wulan, pungutan itu ditujukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan
selama kegiatan belajar-mengajar dipindahkan di bangunan lain. Bangunan
sekolah unggulan tersebut masih dalam rehab total.
Wulan
mengatakan, pada Sabtu (21/7/2012) lalu, ia dan 800 wali murid
menghadiri rapat yang diselenggarakan Kepala SMA 14 dan komite sekolah.
Rapat tersebut mengagendakan penentuan jumlah pungutan. Kedua pihak
merinci uang sebesar Rp 200.000 untuk berbagai keperluan. Seluruhnya
ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Akan tetapi, kata
Wulan, yang menjadi keberatan wali murid adalah penentuan nominal
pungutan yang diputuskan secara sepihak oleh pihak sekolah dan komite.
Sebagian wali murid menolak keputusan tersebut.
"Waktu itu
dijelaskan kalau uang Rp 200.000 itu rincian untuk uang keamanan,
peningkatan mutu kegiatan belajar-mengajar, uang makan guru, dan
sebagainya. Banyak orangtua yang enggak setuju, tapi akhirnya tetap
diputuskan," kata Wulan kepada
Kompas.com, Selasa (24/7/2012).
Selain
itu, menurutnya, hal lain yang menjadi keberatan wali murid adalah
masalah efektivitas penggunaan uang tersebut. Para wali murid menganggap
para guru telah mendapatkan gaji dari pemerintah. Sementara itu,
terkait pungutan itu untuk mengganti biaya kontrak di bangunan sewaan,
mereka mempertanyakan prosedur pungutan uang tersebut.
"Sebenarnya yang disepakati pertama Rp 185.000 saja per siswa. Tapi
akhirnya digenapi jadi Rp 200.000. Katanya buat makan guru. Aneh kan?
Masalahnya, itu sesuai aturan atau enggak? Jangan-jangan liar, lagi,"
lanjutnya.
Bangunan SMA 14 yang terletak di Jalan SMA 14 Kramat
Jati, Jakarta Timur, tengah dibangun ulang mulai bulan Juli 2012. Oleh
sebab itu, pihak sekolah dan komite menggunakan satu gedung utama,
lantai dua, dan lantai tiga Gedung STIKES Binawan yang terletak di Jalan
Dewi Sartika, Jakarta Timur.
Pihak sekolah diketahui menyewa
bangunan tersebut untuk satu tahun ke depan dengan nominal kontrak Rp 81
juta per bulan. Meski tak ada sanksi khusus kepada wali murid yang
tidak membayar pungutan tersebut, Wulan mengatakan tidak bisa berbuat
apa-apa. Ia terpaksa mencari uang sebesar Rp 200.000 untuk dibayarkan
kepada pihak sekolah demi kelancaran kegiatan belajar-mengajar adiknya
yang selangkah lagi masuk ke perguruan tinggi tersebut.
Pihak
sekolah, yang enggan disebutkan namanya, telah membenarkan bahwa
pihaknya memberlakukan pungutan sebesar Rp 200.000 kepada 800 siswanya.
Namun, pihak sekolah yang dikonfirmasi enggan jika komentarnya dikutip
wartawan. Sementara itu, Kepala SMA 14 yang dihubungi
Kompas.com berjanji akan memberikan konfirmasi terkait pungutan ini pada Kamis (26/7/2012) besok.